Minggu, 11 Januari 2009

SELAMATKAN BUMI, HENTIKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN


Terabaikannya persoalan lingkungan pada tataran prespektif dan implementasi kebijakan sepertinya telah menjadi penyakit kronis yang dirasa sangat sulit untuk dipulihkan. Padahal dari tahun ke tahun kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin parah. Indikasi kerusakan ini bisa dilihat dari tingginya bencana ekologis yang terjadi hingga awal tahun 2007. Sebut saja rangkaian bencana banjir di Jakarta dan kota-kota lain di pulau Jawa, Sulawesi serta Kalimantan. Rangkaian gempa akibat tumbukan atau pergeseran lempeng di beberapa tempat di Indonesia, termasuk di Jogjakarta-Jateng, tanah lonsor hingga angin puting beliung yang memporakporandakan beberapa tempat di Indonesia.

Sampai hari ini, setiap tahun indonesia kehilangan 1,6 s.d 3,5 juta ha hutan, yang kemudian berdampak pada menurunnya kapasitas ketersediaan air tanah, saat musim kemarau kita mengalami kekeringan, ketika musim hujan kita didera bencana banjir dan lonsor. Tidak hanya sampai disini, penambangan dengan skala besar, pada tahun 2006 diijinkan negara untuk ikut dilakukan di 13 kawasan konservasi, padahal persoalan ekologi dan sosial pada lokasi penambangan yang lain seperti Newmont Minahasa Raya sampai saat ini juga belum tuntas. Sementara, diwilayah perkotaan, kualitas lingkungan Indonesia makin menurun diakibatkan oleh 3 hal utama, sampah, limbah cair dan polusi udara hadir mencemari sungai, tanah, air dan udara.

Dalam hal banyak kasus atau sengketa lingungan hidup pun, tidak terlihat adanya upaya penegakan hukum yang ekologis. Kalaupun ada maka penyelesaian kasus atau sengketa lingkungan hidup, masih sebatas pada hal-hal yang konvensional saja, seperti melengkapi hal-hal administratif dan memberikan ganti rugi, sementara rehabilitasi kondisi lingkungan tetap saja merupakan item solusi yang sering dihindari atau sama sekali diabaikan.

Tidak adanya tindakan hukum yang tegas terhadap industri pencemar, berlarut-larutnya penyelesaian ganti rugi kepada masyarakat korban yang merupakan pengejawantahan dari prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sebagaimana yang tercantum dalam UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berbagai kemudahan dan insentif diberikan kepada industri besar untuk memperluas dan meningkatkan produksinya, walaupun industri tersebut telah menimbulkan berbagai kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan, serta banyak fakta lainnya jelas membuat upaya perlindungan lingkungan hidup dalam pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi (konvensional) menghadapi hambatan besar. Lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan Indonesia berada diambang kehancuran. Masyarakat semakin terpinggirkan dan termarjinalkan haknya atas sumber-sumber kehidupan. Masyarakat juga sekaligus merupakan kelompok yang paling rentan karena merekalah penerima dampak terbesar dari kerusakan lingkungan termasuk bencana ekologis yang terjadi.

Akhirnya, butuh sebuah gerakan yang masif untuk bisa menciptakan lingkungan yang baik dan bersih. Butuh kerja keras untuk bisa menyetarakan serta mempertahankan hak masyarakat atas lingkungan. Meski seperti sebuah keniscayaan, tetapi proses ini harus terus didorong dan semakin diperluas hingga membentuk sebuah gerakan yang menjadi bagian dari gaya, pandangan hidup dan kebijakan. Mari peduli, Mari mengambil bangian nyata, Selamatkan bumi, hentikan kerusakan lingkungannya.


Create your own at MyNiceSpace.com


Create your own at MyNiceSpace.com



Create your own at MyNiceSpace.com



Oleh : Maria Octavia
Kelas : X-1
No : 29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar